57 Titik Panas Terdeteksi di Aceh
57 Titik Panas Terdeteksi di Aceh. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Aceh
mengungkapkan, sebanyak 57 titik panas terdeteksi oleh satelit muncul di
wilayah provinsi itu. Puluhan titik panas tersebut tersebar di delapan
kabupaten di provinsi paling ujung Utara di Sumatera.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang Zakaria Ahmad di Aceh Besar, mengatakan mayoritas titik panas ini, terkosentrasi di daerah dataran tinggi wilayah Tengah di Aceh. Ia menerangkan 23 titik di antaranya terdapat di Aceh Tengah di enam kecamatan setempat, 17 titik di Gayo Lues juga di enam kecamatan, Bener Meriah dan Aceh Tenggara masing-masing tiga titik di empat kecamatan.
Lalu, lima titik terpantau di Aceh Jaya berada di tiga kecamatan, Aceh Besar terdeteksi tiga titik di dua kecamatan, Aceh Barat dua titik di dua kecamatan, dan Aceh Selatan satu titik. “Dari total ke-57 titik panas ini, ada tujuh titik di antaranya di tujuh kecamatan diduga sebagai titik api,” ucap dia.
Ia menyebutkan tujuh kecamatan tersebut, yakni di Laut Tawar dan Silih Nara (Aceh Tengah), Setia Lue Bakti dan Teunom (Aceh Jaya), Kota Lue Jantho dan Seulimun (Aceh Besar), dan Blang Keujeren (Gayo Lues).
Selain itu, ada 18 titik panas juga di tujuh kecamatan sebagai titik api. “Putri Betung empat titik, Rikit Gaib tiga titik, Teripe Jaya dua titik, dan Terangon satu titik (Gayo Lues), Linge tiga titik dan Silih Nara empat titik (Aceh Tengah), Bukit satu titik (Bener Meriah),” tutur Zakaria.
Pemerintah tahun ini mengawal ketat wilayah rawan kebaran hutan dan lahan, sehingga berhasil menurunkan jumlah titik api hingga 96,5 persen di seluruh Indonesia dalam periode 2015-2017.
“Berdasarkan data hasil pantauan satelit milik NOAA, jumlah titik api di 2015 mencapai 21.929, sedangkan di 2016 menurun menjadi 3.915. Pada 2017, jumlah titik api kembali menurun menjadi 2.257,” imbuh Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Raffles B Panjaitan.
KLHK mencatat luas area hutan dan lahan yang terbakar di 2015 mencapai 2.611.411 hektare (ha). Angka ini menurun menjadi 438.360 ha di 2016, lalu turun lagi menjadi 165.464 ha di 2017.
“Sejak 2016, perusahaan tidak berani lagi melakukan pembukaan lahan dengan membakar, ini berpengaruh. Kalau pun ada yang terbakar itu hanya spot-spot kecil saja karena kelalaian,” tuturnya.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang Zakaria Ahmad di Aceh Besar, mengatakan mayoritas titik panas ini, terkosentrasi di daerah dataran tinggi wilayah Tengah di Aceh. Ia menerangkan 23 titik di antaranya terdapat di Aceh Tengah di enam kecamatan setempat, 17 titik di Gayo Lues juga di enam kecamatan, Bener Meriah dan Aceh Tenggara masing-masing tiga titik di empat kecamatan.
Lalu, lima titik terpantau di Aceh Jaya berada di tiga kecamatan, Aceh Besar terdeteksi tiga titik di dua kecamatan, Aceh Barat dua titik di dua kecamatan, dan Aceh Selatan satu titik. “Dari total ke-57 titik panas ini, ada tujuh titik di antaranya di tujuh kecamatan diduga sebagai titik api,” ucap dia.
Ia menyebutkan tujuh kecamatan tersebut, yakni di Laut Tawar dan Silih Nara (Aceh Tengah), Setia Lue Bakti dan Teunom (Aceh Jaya), Kota Lue Jantho dan Seulimun (Aceh Besar), dan Blang Keujeren (Gayo Lues).
Selain itu, ada 18 titik panas juga di tujuh kecamatan sebagai titik api. “Putri Betung empat titik, Rikit Gaib tiga titik, Teripe Jaya dua titik, dan Terangon satu titik (Gayo Lues), Linge tiga titik dan Silih Nara empat titik (Aceh Tengah), Bukit satu titik (Bener Meriah),” tutur Zakaria.
Pemerintah tahun ini mengawal ketat wilayah rawan kebaran hutan dan lahan, sehingga berhasil menurunkan jumlah titik api hingga 96,5 persen di seluruh Indonesia dalam periode 2015-2017.
“Berdasarkan data hasil pantauan satelit milik NOAA, jumlah titik api di 2015 mencapai 21.929, sedangkan di 2016 menurun menjadi 3.915. Pada 2017, jumlah titik api kembali menurun menjadi 2.257,” imbuh Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Raffles B Panjaitan.
KLHK mencatat luas area hutan dan lahan yang terbakar di 2015 mencapai 2.611.411 hektare (ha). Angka ini menurun menjadi 438.360 ha di 2016, lalu turun lagi menjadi 165.464 ha di 2017.
“Sejak 2016, perusahaan tidak berani lagi melakukan pembukaan lahan dengan membakar, ini berpengaruh. Kalau pun ada yang terbakar itu hanya spot-spot kecil saja karena kelalaian,” tuturnya.
Comments
Post a Comment