Ini Alasannya, Industri Fintech Masih Berjalan Lambat
Ini Alasannya, Industri Fintech Masih Berjalan Lambat. Menilai peluang industri teknologi keuangan (Financial
technolofy/fintech) di Indonesia, Managing Director PT Digital Artha
Media Fanny Verona mengatakan tantangan terbesarnya ialah ekosistem yang
belum jadi sepenuhnya.
Fanny menguraikan, kunci utama mendorong industri fintech Indonesia agar lebih cepat berkembang ialah membangun ekosistem yang saat ini belum siap.
“Misalnya, masih banyak tempat-tempat yang belum bisa menerima pembayaran non tunai, begitu juga dengan roses top-up uang elektronik yang dinilai masih menyulitkan,” tutur Fanny dalam acara Grant Thornton Fintech Talks bertajuk The Ecosystem of Fintech Payment, di Jakarta Selatan.
Ekosistem fintech payment itu sendiri kuncinya di cash-in dan cash-out. Bagaimana mengubah uang masyarakat yang bisa digunakan ke semua segmen termasuk penerimaannya.
“Kenapa perkembangan fintech payment belum cepat tumbuh, karena uang tunai masih bisa diterima dimanapun, sedangkan elektronik belum. Jadi bukan soal kampanye fintech belum maksimal tapi memang ekosistem fintech payment belum terbangun,” jelasnya.
Oleh karena itu, tambah Fanny harus ada kolaborasi dari semua pihak, termasuk pemerintah dan pemain fintech, untuk membangun ekosistem yang kuat.
Saat ini, di Indonesia pemain di industri fintech payment sekitar 27 pemain dan total bidang lain keseluruhan ada sekitar 235 pemain yang sebagian besar bidang keuangan.
Fanny sangat berharap industri fintech bisa cepat berkembang sejalan dengan tujuan pemerintah dalam gerakan non-tunai (cashless).
Pasalnya tegas fanny, apabila Indonesia bisa mengadopsi pembayaran non-tunai maka peluang korupsi bisa ditekan, ekonomi merata karena distribusi uang jauh lebih cepat dan mudah sehingga taraf hidup masyarakat dapat meningkat.
Fanny menguraikan, kunci utama mendorong industri fintech Indonesia agar lebih cepat berkembang ialah membangun ekosistem yang saat ini belum siap.
“Misalnya, masih banyak tempat-tempat yang belum bisa menerima pembayaran non tunai, begitu juga dengan roses top-up uang elektronik yang dinilai masih menyulitkan,” tutur Fanny dalam acara Grant Thornton Fintech Talks bertajuk The Ecosystem of Fintech Payment, di Jakarta Selatan.
Ekosistem fintech payment itu sendiri kuncinya di cash-in dan cash-out. Bagaimana mengubah uang masyarakat yang bisa digunakan ke semua segmen termasuk penerimaannya.
“Kenapa perkembangan fintech payment belum cepat tumbuh, karena uang tunai masih bisa diterima dimanapun, sedangkan elektronik belum. Jadi bukan soal kampanye fintech belum maksimal tapi memang ekosistem fintech payment belum terbangun,” jelasnya.
Oleh karena itu, tambah Fanny harus ada kolaborasi dari semua pihak, termasuk pemerintah dan pemain fintech, untuk membangun ekosistem yang kuat.
Saat ini, di Indonesia pemain di industri fintech payment sekitar 27 pemain dan total bidang lain keseluruhan ada sekitar 235 pemain yang sebagian besar bidang keuangan.
Fanny sangat berharap industri fintech bisa cepat berkembang sejalan dengan tujuan pemerintah dalam gerakan non-tunai (cashless).
Pasalnya tegas fanny, apabila Indonesia bisa mengadopsi pembayaran non-tunai maka peluang korupsi bisa ditekan, ekonomi merata karena distribusi uang jauh lebih cepat dan mudah sehingga taraf hidup masyarakat dapat meningkat.
Comments
Post a Comment